Beranda | Artikel
Bentuk Sikap Wala Kepada Orang-Orang Kafir
Kamis, 19 Juli 2018

BENTUK SIKAP WALA’ KEPADA ORANG-ORANG KAFIR

Oleh
Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah

Diantara prilaku yang mengindikasikan bahwa si pelaku berwala’ (sikap setia, loyal) kepada orang-orang kafir:

1. Menyerupai atau meniru mereka dalam tata cara berpakaian, berbicara dan sebagainya.

Karena menyerupai mereka dalam berpakaian, berbicara dan lain sebagainya menunjukkan kecintaannya terhadap yang ditirunya itu. Oleh karena itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.[1]

Oleh karena itu diharamkan menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, seperti tradisi atau adat kebiasaan, ibadah, simbol dan prilaku mereka, misalnya menyukur jenggot, mamanjangkan kumis, berbicara dengan bahasa mereka kecuali jika memang dibutuhkan, termasuk juga mengikuti cara mereka berpakaian, makan, minum dan sebagainya.

2. Menetap di negeri orang kafir dan tidak mau berpindah (hijrah) ke negeri kaum Muslimin dengan tujuan menyelamatkan agamanya.

Karena hijrah dalam pengertian semacam ini dan dengan tujuan seperti ini hukumnya wajib bagi setiap Muslim. Menetapnya seseorang di negeri kafir menunjukkan wala’ orang tersebut kepada orang kafir. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla mengharamkan seorang Muslim tinggal di antara orang kafir bila dia mampu untuk hijrah. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا ﴿٩٧﴾ إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا ﴿٩٨﴾ فَأُولَٰئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh Malaikat dalam keadaan menganiaya dirinya sendiri (kepada mereka) Malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri itu (Mekah).’ Para Malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allâh itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-orang itu tempatnya adalah neraka Jahannam, dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki, wanita, dan anak-anak yang tidak memiliki berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allâh memaafkannya. Dan Allâh Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” [An-Nisâ’/4:97-99]

Allâh Azza wa Jalla tidak menerima udzur (alasan) menetap di negeri orang-orang kafir kecuali orang-orang lemah yang tidak mampu untuk hijrah. Termasuk dalam pengecualian yaitu orang yang menetapnya di negeri kafir itu mendatangkan kemaslahatan agama seperti dia menetap untuk berdakwah ke jalan Allâh dan menyebarkan Islam di negeri orang-orang kafir itu.

3. Bepergian ke negeri mereka dengan tujuan wisata dan refreshing

Bepergian ke negeri orang-orang kafir itu diharamkan kecuali jika sangat diperlukan, seperti untuk tujuan berobat, berdagang, mempelajari sesuatu yang bermanfaat yang tidak bisa dicapai kecuali dengan pergi ke negeri mereka, maka hal itu diperbolehkan sesuai dengan kadar kebutuhan saja. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ia wajib kembali ke negeri kaum Musllimin.

Disamping syarat di atas, ada syarat lain yang juga harus terpenuhi agar diperbolehkan melakukan perjalanan ke negeri orang-orang kafir yaitu ia mampu menampakkan keislamannya dan bangga dengannya, mampu menjauhi tempat-tempat keburukan dan tetap waspada terhadap tipu daya dan jebakan para musuh Islam itu.

Dan diperbolehkan juga untuk bepergian atau wajib pergi ke negeri mereka apabila tujuannya untuk berdakwah ke jalan Allâh dan menyebarkan Islam.

4. Membantu orang-orang kafir dan menolong mereka dalam menghadapi kaum Muslimin, memuji dan membela mereka.

Ini termasuk hal yang bisa membatalkan keislaman dan yang menyebabkan pelakunya menjadi murtad. Kita memohon perlindungan kepada Allâh dari yang demikian itu.

5. Menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan terdekat dan teman dalam bermusyawarah

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ ﴿١١٨﴾ هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿١١٩﴾ إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا ۖ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.

Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allâh mengetahui segala isi hati.

Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allâh mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. [Ali Imran/3:118-120]

Ayat-ayat yang mulia ini mengungkapkan hakekat kaum kafir dan apa yang mereka pendam dalam hati mereka terhadap kaum Muslimin. Mereka menyimpan kebencian, terus mengatur siasat maker dan pengkhianatan untuk malawan kaum Muslimin. (Ayat-ayat ini juga-red) mengungkapkan tentang apa yang mereka inginkan dan senangi yaitu kaum Muslimin ditimpa bahaya dan mereka pun terus berupaya menyusahkan umat Islam. Orang-orang kafir itu memanfaatkan kepercayaan umat Islam kepada mereka untuk menyusun rencana jahat mereka terhadap kaum Muslimin.

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu , dia berkata kepada Umar Radhiyallahu anhu, “Saya memiliki sekretaris yang beragama Nasrani.” Umar Radhiyallahu anhu berkata, “Mengapa kamu berbuat demikian? Celaka engkau. Tidakkah engkau mendengar Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. [Al-Mâidah/5:51].

Mengapa engkau tidak mengangkat seorang Muslim sebagai sekretarismu?” Abu Musa Radhiyallahu anhu menjawab, “Wahai Amirul mukminin! Saya memerlukan tulisannya sedangkan urusan agama urusan dia.” Umar Radhiyallahu anhu berkata, “Saya tidak akan memuliakan mereka karena Allâh telah menghinakan mereka. Saya tidak akan mengangkat derajat mereka karena Allâh telah merendahkan mereka dan saya tidak akan mendekatkan mereka kerena Allâh Azza wa Jalla telah menjauhkan mereka.”

Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang keluar menuju Badar, tiba-tiba ada seorang dari kaum musyrikin mengikutinya dan berhasil menyusul Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sampai di Herat, lalu dia berkata, “Sesungguhnya aku ingin mengikuti kamu dan aku rela berkorban untuk kamu.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berimankah kamu kepada Allâh dan Rasul-Nya?” Dia berkata, “Tidak!”  Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah! Karena saya tidak akan meminta pertolongan kepada orang musyrik.”

Dari nash-nash tersebut di atas, tampak jelas bagi kita tentang haramnya mengangkat orang-orang kafir untuk menangani pekerjaan-pekerjaan yang semestinya ditangani oleh kaum Muslimin. Karena dengan menangani pekerjaan-pekerjaan itu atau memangku jabatan itu, orang kafir akan berkesempatan untuk memantau keadaan kaum Muslimin dan bias mengetahui rahasia mereka, sehingga dengan demikian mereka dengan mudah bisa melancarkan tipu daya untuk menyusahkan kaum Muslimin.

Diantara praktik menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat yaitu apa yang banyak terjadi di negeri kaum Muslimin, misalnya negeri Haramain Syarîfain (Mekah dan Madinah), misalnya mendatangkan orang-orang kafir sebagai pekerja, sopir, pelayan rumah tangga, membiarkan mereka leluasa bergaul bersama keluarga Muslim atau membaur dengan kaum Muslimin di negerinya.

6. Menggunakan kalender mereka, khususnya kalender yang mencantumkan waktu perayaan keagamaan dan hari raya mereka, seperti kalender masehi.

Kalender mesehi ini merupakan peringatan kelahiran al-Masih. Kalender itu mereka buat-buat sendiri, tidak berasal dari al-Masih (Nabi Isa Alaihissallam ). Oleh karena itu, menggunakan kalender ini berarti ikut andil dalam menghidupkan syi’ar dan hari raya mereka.

Hendaknya kita menghindari ini! Ketika para Sahabat g ingin menetapkan penanggalan bagi kaum Muslimin pada masa pemerintahan Umar ibnul Khattab Radhiyallahu anhu mereka berpaling dari penanggalan orang-orang kafir. Mereka membikin kalender sendiri berdasarkan peristiwa hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Ini menunjukkan wajibnya menyelisihi orang-orang dalam masalah ini dan dalam ciri-ciri khas mereka. Semoga Allâh Azza wa Jalla menolong kita.

7. Ikut berpartisipasi dalam hari raya mereka atau membantu mereka dalam penyelenggaraannya atau memberikan ucapan selamat hari raya kepada mereka atau ikut hadir saat mereka merayakannya.

Dalam tafsir firman Allâh Azza wa Jalla :

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ

Mereka tidak menyaksikan az-zûr (persaksian palsu).” [Al-Furqân/25:72]

Firman Allâh Azza wa Jalla di atas ditafsirkan bahwa diantara sifat-sifat hamba Allâh adalah mereka tidak menghadiri hari-hari raya orang-orang kafir.

8. Memuji dan menyanjung mereka karena kagum terhadap peradaban, akhlak dan kemajuan teknologi mereka tanpa melihat akidah mereka yang bathil dan agama mereka yang rusak.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

Dan janganlah kamu tunjukkan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya, dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal. [Thaha/20:131]

Namun ini bukan berarti bahwa kaum Muslimin tidak boleh melakukan semua sebab yang bisa menjadikan mereka kuat seperti mempelajari teknologi industri, mempelajari pilar-pilar kekuatan ekonomi dan kekuatan militer. teknik militer dan keberhasilan ekonomi mereka, akan tetapi yang demikian itu justru harus dituntut.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ

Bersiaplah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa yang kamu sanggupi. [Al-Anfal/8:60]

Pada dasarnya, semua yang berfaedah dari alam semesta ini untuk kaum Muslimin. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Katakanlah,‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allâh yang telah dikeluarkannya untuk para hamba-Nya dan juga rezeki yang baik?’ Katakanlah, ‘Semua itu disediakan bagi orang-orang yang beriman di dunia, khusus untuk mereka saja di hari kiamat’. [Al-A’raf/7:32]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-banar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allâh) bagi kaum yang berfikir. [Al-Jâtsiah/45:13]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

Dialah Allâh yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. [Al-Baqarah/2:29]

Oleh karena itu, kaum Muslimin wajib saling berlomba dalam usaha mengeksploitasi semua yang bermanfaat dari alam ini, bukan menjadi penonton dan membiarkan atau bahkan meminta orang-orang kafir untuk menggali semua yang bermanfaat itu. Boleh memanfaat mereka agar kita memiliki industri-industri dan terkhnologi.

9. Memberi nama dengan nama-nama orang kafir

Sebagian kaum Muslimin memberi nama untuk anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dengan nama-nama asing dan meninggalkan nama bapaknya, ibunya, kakeknya, neneknya, dan nama-nama yang dikenal di masyarakatnya. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللهِ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ

Sesungguhnya nama yang paling dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla yaitu Abdullah dan Abdurrahman[2]

Perubahan nama-nama ini bisa menyebabkan kemunculan satu ganerasi  yang memiliki nama-nama yang aneh. Perubahan  ini juga menyebabkan terputusnya hubungan antara generasi aneh ini dengan generasi sebelumnya. Ini juga menyebabkan sirnanya identitas keluarga-keluarga yang dahulunya dikenal dengan nama-nama khas mereka.

10. Berdo’a memohonkan ampunan untuk mereka dan merasa sayang terhadap mereka

Allâh Azza wa Jalla telah mengharamkan ini dalam firman-Nya :

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allâh Azza wa Jalla untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam. [At-Taubah/9:11]

Karena perbuatan seperti ini mengindikasikan ada rasa cinta terhadap mereka dan ada indikasi yang menunjukkan bahwa dia membenarkan apa yang ada pada diri orang-orang kafir.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XX/1437H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Abu Daud, no. 4031
[2] HR. Muslim, no. 2132


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/9512-bentuk-sikap-wala-kepada-orangorang-kafir.html